Selasa, 25 Maret 2025

Perspektif Keilmuan dalam Kenyataan. Mata kuliah Filsafat Ilmu (4)

 Perspektif Keilmuan dalam Kenyataan


Nama : Najwa Almira Rachman
Nim : 1860304241012 
Kelas : KPI 2E


        Ilmu pengetahuan telah menjadi bagian fundamental dalam perkembangan peradaban manusia. Sejak zaman kuno hingga era modern, manusia terus menerus berusaha memahami realitas kenyataan yang melingkupinya melalui proses keilmuan. Keilmuan tidak hanya berbicara tentang akumulasi pengetahuan, melainkan juga tentang cara manusia membangun pemahaman yang sistematis, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap dunia. Dalam perjalanan sejarahnya, ilmu berkembang melalui berbagai paradigma dan pendekatan, baik dari aspek filsafat, metodologi, maupun aplikasinya dalam kehidupan nyata. Ilmu tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berinteraksi dengan faktor sosial, budaya, ekonomi, dan teknologi. 

    Oleh karena itu, membahas realitas keilmuan berarti menelaah bagaimana ilmu diproduksi, dikembangkan, dan diterapkan dalam kehidupan manusia. Tulisan ini akan mengupas lebih dalam terkait realitas keilmuan, mencakup definisi, karakteristik, serta tantangan yang dihadapi dalam dunia ilmu pengetahuan. Dengan pemahaman yang lebih mendalam, diharapkan kita dapat lebih kritis dalam menilai dan memanfaatkan ilmu demi kemajuan bersama.
    
     Pada dasarnya, ilmu merupakan ciri manusia. Bahkan stratifikasi paling fair dalam kehidupan manusia bisa ditentukan berdasarkan ilmu yang dimilikinya. Akan tetapi, nampaknya manusia yang hidup pada era kini menganggap bahwa definisi ilmu lebih ditekankan pada kuantivikasi netide dan ukuran kebenaran, dan materialisasi hasil atau teknologi sebagai hasil nyata ilmu. Bahkan kebenaran ilmu akan dibenturkan dengan kebenaran nilai agama yang dianggap absurd. Ilmu pengetahuan merupakan upaya menyingkap realitas dengan sistem dan metode secara tepat merumuskan baik obyek material maupun formalnya. Dewasa ini, tampak bahwa ilmu pengetahuan yang bercorak empiristik dengan metode kuantitatif cenderung menduduki "peran utama".

    Dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran ala positivisme Auguste Comte¹ yang mengaju- kan tiga tahapan pembebasan ilmu pengetahuan. Pertama, ilmu pengetahuan melepaskan diri dari lingkungan teologik yang bersifat mitis. Kedua, ilmu pengetahuan melepaskan diri dari lingkungan metafisik yang bersifat abstrak. Ketiga, ilmu pengetahuan menemukan otonominya dalam lingkungan positivistik. Apa yang disebut benar adalalı apa yang nampak dan terukur. Tak ada kebenaran spekulatif abstraktif. 

       Pada dasarnya pintar dan bodoh itu tak bisa diukur berdasarkan ukuran dan standar yang sama. Hal ini karena pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi dan kemampuan yang beragam dan berbeda. Zaman sekarang, manusia tidak lagi hidup menurut siklus alamiah yang diatur oleh ritme alam. Manusia cenderung diatur oleh "alam kedua", suatu lingkungan yang dalam arti tertentu bersifat artifisial, sebagai hasil teknologi. 
    
    Harus diakui bahwa sekarang ini, keberhasilan manusia, baik secara pribadi maupun selaku umat, diukur dari keberhasilannya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia sekarang juga tidak mungkin melepaskan diri dan hidup tanpa teknologi. Namun kenyataannya, jika teknologi tersebut tidak terkontrol justru akan menghadirkan kerumitan hidup yang salah satunya membawa bentuk keterasingan dan kehilangan kepekaan atas matra ruhani manusia.
 
    Maka dari itu diperlukan pemikiran sungguh-sungguh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan (eksakta-empirik) dan teknologi, di satu pihak, dan penegasan kedudukan filsafat ilmu pengetahuan, di pihak lain, sebagai sarana untuk mengutuhkan pemahaman kebenaran yang hendak dicapai manusia. Namun demikian, ada pula perkembangan baru yang patut diperhatikan dalam kehidupan intelektual dewasa ini, yakni di beberapa pihak ada semacam kehausan spiritual baru. Manusia mulai menyadari bahwa apa yang dipelajari dengan teliti melalui ilmu pengetahuan dan teknologi hanya merupakan satu aspek dari realitas hidup sesungguhnya yang jauh lebih kaya. Secara moral, manusia dengan ilmu pengetahuannya justru harus mengembang- kan sikap rendah hati, bahwa ukuran kualitas manusia tidak semata-mata didasarkan pada kesanggupannya mengen- dalikan alam, tetapi juga dalam hal mengendalikan dirinya.


Kesimpulan

        Ilmu pengetahuan adalah bagian penting dari kehidupan manusia yang terus berkembang. Namun, saat ini ilmu lebih banyak menekankan hal-hal yang bisa diukur dan diuji secara nyata, seperti sains dan teknologi. Akibatnya, ilmu-ilmu lain seperti humaniora dan agama sering dianggap kurang penting. Hal ini membuat ilmu menjadi lebih sempit dan kurang mempertimbangkan nilai-nilai moral dan spiritual dalam kehidupan.

           Meskipun sains dan teknologi membawa banyak manfaat, jika tidak diimbangi dengan nilai-nilai spiritual dan etika, ilmu bisa membuat manusia kehilangan makna hidupnya. Untungnya, ada kesadaran baru bahwa ilmu harus lebih terbuka dan tidak hanya berfokus pada hal-hal yang bisa dihitung atau diuji secara fisik. Oleh karena itu, ilmu dan agama seharusnya tidak dipisahkan, tetapi justru saling melengkapi agar manusia bisa memahami kebenaran secara lebih menyeluruh.

   

Hikmah

        Dari tulisan ini, kita bisa belajar bahwa ilmu pengetahuan sebaiknya tidak hanya berfokus pada hal-hal yang bisa dihitung atau diuji, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai-nilai moral dan spiritual. Jika ilmu hanya digunakan untuk mengejar kemajuan teknologi tanpa memikirkan sisi kemanusiaan, manusia bisa kehilangan makna hidupnya. Oleh karena itu, kita perlu mencari ilmu bukan hanya untuk kepentingan dunia, tetapi juga untuk memahami kehidupan secara lebih mendalam, termasuk hubungan kita dengan Tuhan dan sesama.

        Selain itu, tulisan ini mengajarkan bahwa semua ilmu itu penting dan tidak boleh dianggap lebih rendah atau lebih tinggi dari yang lain. Sains, teknologi, ilmu sosial, dan agama seharusnya saling melengkapi agar kita bisa memahami dunia dengan lebih baik. Dengan menghargai berbagai ilmu dan tetap terbuka terhadap nilai-nilai spiritual, kita bisa menjadi manusia yang lebih bijak dan mampu menggunakan ilmu untuk kebaikan bersama.
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 Konotasi Ilmu dalam Prespektif Filsafat Ilmu Najwa Almira Rachman KPI 2E / 1860304241012.         Pada pertemuan kali ini, dosen kami mener...